Kamis, 12 Desember 2013

Andai Raga Tak Berjiwa ~

     Namaku Jannah. Tapi teman-teman biasa memanggilku Zulpa. Karena nama lengkapku Zulfa Ash Habul Jannah. Aku menganggap, panggilan itu adalah panggilan kesayangan teman-teman kepadaku. Sebenarnya, teman-teman tidak hanya memanggilku Zulpa, tapi masih banyak lagi panggilan-panggilanku. Ada yang memanggilku Ulpha, ada yang memanggilku Zuppa, ada yang memanggilku Sulpah, bahkan ada juga yang memanggilku Mbendol. Entah darimana teman-temanku mendapatkan panggilan-panggilan itu. Tapi bagiku, itu sangat menyenangkan. Saat ini aku berumur 15 tahun. Dan aku bersekolah di sebuah Sekolah Menengah Atas yang sudah mencapai tingkat RSBI. Kami menyebutnya Praba Ambara. Atau lebih dikenal dengan SMA Negeri 1 Kalasan.


     Aku tinggal bersama dengan orang tuaku dan juga adik-adikku. Kami tinggal di sebuah desa yang nyaman, tidak banyak polusi, dan aman. Di desa Klenggukan kami tinggal. Orang tuaku bekerja sebagai pedagang.   Ayahku bekerja di pasar Sidorejo, sedangkan ibu bekerja di pasar Stan. Mereka bekerja dengan ditemani masing-masing satu karyawan. Aku juga mempunyai adik. Adikku tidak hanya satu, tetapi tiga. Adik pertamaku seorang laki-laki yang bernama Ahmad. Dia sekarang berumur 13 tahun. Sedangkan adik keduaku perempuan dan bernama Ima. Dia berumur 10 tahun. Adik ketigaku seorang laki-laki dan bernama Raafi. Dia berumur 7 tahun. Kami hidup di sebuah rumah yang lumayan besar. Memang keluarga kami hanyalah keluarga pas-pasan. Tapi kami hidup dengan tentram.


     “Kamu tu kalau nggak jahil bisa nggak je mas ?” tanya Ima kepada Ahmad dengan raut muka penuh kebencian. Memang, Ahmad adalah adikku yang super jahil dan malas. Setiap pulang sekolah, dia langsung pergi ke kamarnya, menghidupkan laptop kesayangannya dan kemudian bermain game sepuasnya. Selesai bermain, dia kemudian menghampiri Ima dan Raafi. Kemudian mengganggu mereka yang sedang asyik bermain. Jika Ima dan Raafi belum menangis, Ahmad belum puas menjahili mereka. Sampai aku kewalahan menghadapi Ahmad.

“Mbaaak Jaannnaaaahhhh!!!!” teriak Ima.

“Ada apa ?” jawabku sambil berlari menghampiri Ima.


     Dan yaa ampuun. Saat aku tiba di kamar Ima, aku melihat Ahmad sedang mengelitiki badan Raafi. Sedangkan Ima berusaha melepaskan tangan Ahmad dari tubuh Raafi. Aku segera menjewer Ahmad dan menjauhkan Raafi dari Ahmad. Kasihan Raafi, dia sampai menangis sambil tertawa karena geli. Karena tidak terima, Ahmad justru mengincar aku. Tapi aku tau, semua itu hanyalah candaan semata. Raafi, Ima, dan orang tuaku bisa memahami itu. Tapi jika sudah melewati batas, Ayahku biasanya langsung memarahi Ahmad.


     Orang tuaku selesai bekerja saat siang hari. Saat orang tuaku pulang, kami merasa sangat senang terutama Raafi. Karena setiap Ayah dan Ibuku pulang, mereka selalu membawa oleh-oleh berupa makanan ringan. Dan yang paling sering memakan oleh-oleh adalah Raafi. Maka dari itu badannya lumayan gemuk. Tapi walau badannya gemuk, dia sangat pintar. Dia sudah berkali-kali memenangkan lomba tartil. Dia juga meraih juara kedua di kelas. Tapi itu semua berbeanding terbalik dengan Ahmad dan Ima. Mereka juga sering makan, tetapi badannya sangat kurus. Mereka tidak pernah mendapatkan juara di kelasnya, tetapi nilainya lumayan. Ahmad pernah memenangkan lomba tartil. Tetapi Halimah belum memenangkan lomba apapun. Tapi semoga saja saat lomba pekan depan dia bisa mendapatkan juara.

“Ini ibu bawa lotek sama kupat tahu. Yang lotek mbak Jannah sama mbak Halimah, yang kupat tahu mas Ahmad sama dik Raafi.” Ucap Ibu sambil memberikan oleh-oleh kepada kami.

“Lha ayah dan Ibu nggak makan ?” tanyaku kepada Ibu.
“Ayah sama Ibu nanti saja. Ayah sama Ibu mau istirahat dulu, capek.” Jawab Ibu.

“Oohh. Iya bu, selamat istirahat.” Ucapku kepada ibu sambil tersenyum.


     Kemudian kami dengan cepat menyantap oleh-oleh yang dibawakan oleh Ibu tadi. Selesai makan, kami selalu mencuci alat makan kami. Itu yang selalu diajarkan ibu kepada kami. Karena sudah siang, adik-adikku bergegas tidur siang di kamar masing-masing.

     Tiba-tiba, aku merasa tidak enak badan. Aku pikir jika tidur, badanku akan merasa lebih enak, tetapi sayangnya aku tidak bisa tidur. Karena sudah sangat lemas, aku hanya tiduran di atas tempat tidurku sambil mendengarkan musik-musik kesayanganku. Sesaat, tiba-tiba terlintas di pikiranku, bahwa akan terjadi sesuatu. Tapi itu hanya firasatku semata. Aku mencoba berpikiran positif dan tidak ingin hal-hal aneh menimpa keluargaku maupun diriku.


     Tanpa sadar, aku mulai merasa mengantuk dan akhirnya tertidur. Saat aku membuka mata, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 16.30 WIB. Dan ternyata ibuku telah bangun dari tidurnya. Kemudian ibu datang ke kamarku dan menghampiriku. Beliau hanya menatapku dengan mata sayunya. Kemudian beliau duduk di sampingku dan berkata “Tadi Ibu mimpi buruk.” Ucap ibu dengan rautmuka sedih.

“Ibu mimpi apa ?” Tanyaku kepada ibu.

“Ibu mimpi kamu kecelakaan.” Jawab Ibu sambil mata berkaca-kaca.

“Oowh. Cuma mimpi kan bu ? gak usah sedih.” Ucapku sambil memeluk ibu. Kemudian Ibu menciumku dan kemudian pergi ke dapur untuk memasak.


     Saat Ibu pergi dari kamarku, aku termenung sebentar. Aku bertanya-tanya pada diriku.” Apa hubungan antara firasatku tadi dengan mimpi Ibuku ? ahh sudahlah.” Kemudian aku pergi ke dapur dan membantu ibu memasak untuk makan malam. Selesai mamasak, aku bergegas mandi dan melupakan pikiran negatifku tadi.


     Hari telah berganti dan sekarang adalah hari Selasa. Aku mempersiapkan segala persiapan sekolah. Sekarang aku sudah SMA dan aku harus lebih mandiri. Dan sekarang aku juga bertugas mengantarkan sekolah Ahmad karena sekolahnya satu jalur dengan sekolah tempatku belajar. Tetapi ternyata saat aku melihat garasi, motor yang biasa aku naiki tidak ada. Kemudian aku bertanya kepada Ahmad di mana motorku. “Motornya di mana, Mad ?” “Motornya dibawa Ayah tadi,” jawab Ahmad. Jadi, aku harus menunggu ayahku pulang.


     Jam dinding sudah menunjukkan pukul 06.15 WIB. Sedangkan waktu yang k,u tempuh untuk sampai di sekolah sekitar 30 menit, 15 menit ke sekolahan tempat belajar Ahmad dan 15 menit ke sekolahan tempatku belajar. Ayah tiba di rumah sekitar pukul 06.25 WIB. Dan saya khawatir saya akan terlambat dan tidak bisa mengikuti pelajaran. Kemudian tanpa banyak bicara, aku bergegas meminta kunci kepada ayah dan segera berangkat bersama Ahmad.


     Aku hanya berfikir, aku harus sampai di sekolah tepat waktu, maka dari itu aku harus berusaha lebih cepat dari biasanya. Biasanya dalam 15 menit, aku sudah sampai di sekolahannya Ahmad, tetapi sekarang dalam waktu kurang lebih 10 menit aku sudah sampai di sekolahan Ahmad dengan selamat. Kemudian tanpa banyak bicara, aku bergegas berangkat lagi menuju ke sekolahanku. Karena saat aku melihat jam tangan yang aku pakai, jam sudah menunjukkan pukul 06.35 WIB.


     Saat di perjalanan, ternyata jalan yang biasanya aku lewati sudah ramai kendaraan dan truk-truk bermuatan juga semakin banyak. Aku berusaha untuk tetap tenang dan berusaha berjalan lebih cepat dari biasanya. Jika biasanya aku menaiki motor hanya dengan kecepatan 40 km/jam, sekarang aku harus menaiki motor dengan kecepatan 50 – 60 km/jam.


     Saat aku sudah sampai setengah jalan, di depan ku ada sebuah truk bermuatan. Aku mulai mendahuluinya dengan motor kecepatan 60 km/jam. Syukurlah aku berhasil mendahuluinya. Akan tetapi, di depan truk itu ada sebuah motor yang jalurnya satu arah denganku dan dia ingin belok ke kanan. Aku berfikir jika aku mendahului motor itu mungkin masih bisa dan dengan kecepatan tinggi. Tetapi, karena aku terlalu terburu-buru, aku menyelip motor itu melalui sebelah kanan.


     “Ciiiiiiiiiitttttttttt. Brrruuuuuuuukk glodaaaaaaaakkk.” Semua orang lewat berhenti dan segera menolongku yang terjatuh karena kecelakaan tersebut. Aku perlahan membuka mata dan melihat keadaan di sekitarku. “sini dek, duduk di sini dulu. Sini,” kata seorang ibu-ibu yang menolongku. Kemudian aku segera mencari barang-barangku. Sepatu kaki kiriku lepas dan ada di jalan. Motor yang aku naiki sudah masuk ke selokan pinggir jalan dan motorku rusak parah. “Yang sakit mana dek ?”. Mas-mas yang bertabrakan dengan saya sedang asyik mengoceh dan memaki saya seolah-olah berusaha membenarkan diri sendiri.


     Semua orang berbicara dan mengerumuni saya, tetapi saya tidak menghiraukan mereka semua karena sakit yang aku rasakan. Tanganku serasa mati rasa, kaki kiriku serasa sakit dan perih, tangan kiri ku juga sakit. Saat aku melihat ibu jari kiriku, ternyata memar dan pendarahan di dalam.


     “Rumahnya mana dek ?” tanya seorang ibu-ibu yang mukanya terlihat sangat cantik. Banyak yang mengerumuniku tetapi tidak ada yang menolongku, hanya duduk berdiri dan melihatku. Mas yang bertabrakan denganku tadi membantu menaikkan motor, kemudian motorku di bawa ke rumah terdekat. “Rumah saya di Klenggukan bu,” jawabku pada ibu-ibu yang bertanya kepadaku tadi. “Owalah.. Klenggukan to..” jawab ibu-ibu tadi.


     Kemudian, ada seorang temanku yang lewat dan kemudian menghampiriku. “Zulfa, ya ampun.. kamu gapapa ?” tanya seorang temanku yang bernama Hani. Tetapi aku hanya diam saja sambil menahan sakit dan menatap matanya. Kemudian Hani bertanya lagi, “kamu mau sekolah atau pulang aja Zul ?” Sesaat aku berfikir, kemudian aku lihat bajuku yang sobek dan kotor, aku menjawab pertanyaan Hani, “Aku pulang aja , Han..” kemudian Hani menjawab “owh ya nanti aku ijinin ya,” Aku jawab “Iya, Han makasih ya” jawabku sambil tersenyum. “iya sama-sama” jawab dia dengan muka kasihan saat menatapku.


     Kemudian aku menelfon ayahku dan mengabari kalau aku mengalami kecelakaan. Kemudian mas-mas yang bertabrakan dengan saya tadi bertanya, “saya anterin pulang po , dek ?” aku hanya menatapnya dan kemudian menunggu ayah menjawab telfonku.

“halo ?” jawab Ayah. Kemudian aku segera menjawab Ayah.

“halo yah, aku kecelakaan yah,” jawabku tanpa banyak basa-basi.

“kecelakaan di mana ?” tanya ayah kepadaku. Karena aku tidak tahu daerah tersebut, aku bertanya pada mas yang bertabrakan dengan saya tadi, “mas, ini daerah apa namanya ?” dia menjawab “carikan dek,”

kemudian aku menjawab ayah “di carikan yah, ayah ke sini aja, di deket gapura yah,”
“ya, ayah tak nyusul.” Jawab ayah kepadaku.


     Kemudian seorang ibu-ibu yang menolongku tadi menawariku, “tak antar pulang yuk dek ? di Klenggukan to rumahnya ?” aku menjawab “nanti aja bu, nunggu ayahku datang,”. Kemudian mas yang bertabrakan dengan saya menyaut “nggak usah dek, nanti ayahmu biar tak tunggu aja, kamu pulang aja. Diobatin dulu kaki sama tangannya,” aku menjawab “iya mas makasih.” Kemudian aku diantar pulang dengan ibu-ibu tadi. Aku bertanya pada ibu-ibu tadi, “bu, ibu namanya siapa ?” kemudian ibu itu menjawab “aku namanya Bu Sri, aku adiknya pak Tupardi.” Aku terkejut karena beliau adalah adiknya tetanggaku.


    Sampai setengah jalan, aku bertemu ayah di jalan. “Itu.. ituu.. itu ayah saya bu,” ijarku kepada Bu Sri. Kemudian Bu Sri berhenti, dan ayah yang melihatku langsung berbalik arah dan menghampiri Bu Sri. “Yah, motornya rusak parah,” ucapku pada Ayah. Kemudian Ayah bertanya “lha kok bisa tabrakan tu gimana ?” kemudian Bu Sri menjawab “wau niku spion tabrak spion, Pak. Sing nabrak wonten ten mriko kok, Pak.” “ten pundi , Bu ?” tanya Ayahku. “samping gapura pakem niku lho pak.” Kemudian ayahku menjawab “owalah, nggih matur nuwun Bu.” Dan Ayah memberiku kunci rumah.


     “Terima kasih ya bu,” ucapku pada Bu Sri. Beliau menjawab “ya sama-sama. Nanti lukanya diobatin dlu ya dek,” ucap Bu Sri kepadaku. “iya Bu.” Kemudian aku bergegas masuk ke rumah dengan berjalan pincang karena sakit. Kemudian aku mengabari Ibuku “Halo bu, ibu jangan marah ya ?”, kemudian ibu menjawab di telefon “lha ada apa to ?”. kemudian aku menjawab, “motornya Ibu rusak, aku kecelakaan bu,” kemudian Ibu menjawab “kecelakaan gimana ? lha dek Ahmad gimana ?” , “Dek Ahmad sudah aku antar ke sekolah, aku kecelakaan sendiri kok Bu,” kemudian Ibu menjawab “Ya Allah.. ya diobatin dulu, nanti Ibu usahakan pulang lebih awal.” Aku hanya menjawab “Iya bu”


     Kemudian aku segera mengganti bajuku yang kotor. Ketika aku melepaskan jaketku, ternyata lengan bajuku sobek. Luka di kakiku sangat banyak, bahuku memar, ibu jari tangan kiriku juga memar. Di tempat kejadian tadi, aku tidak menangis, tetapi sampai di rumah aku justru menangis tersedu-sedu. Tangan kiriku lecet, tumit kaki kiriku memar dan lecet, betis kaki kiriku juga memar dan lecet. Dan aku hanya di rumah sendirian. Ayahku mengurus motor yang aku pakai tadi dan kemudian pergi bekerja, ibuku bekerja, adik-adikku sekolah.


     Kemudian aku mengambil betadine dan air bersih. Aku bersihkan lukaku dengan kapas dan air bersih. Sakit yang aku rasakan. Setelah aku bersihkan lukaku, aku beri likaku tadi betadine. Perih sekali, tetapi aku tahan dan menangis. Setelah selesai mengobati lukaku, aku tidur di tempat tidurku. Kemudian aku melihat foto kedua orang tuaku. Setelah itu aku bertanya pada diriku sendiri dan kepada Tuhan.

“Tuhan... jangan ambil nyawaku dulu Tuhan...
aku belum siap Tuhan, aku masih belum membahagiakan orang tuaku...

mereka yang selalu menjagaku...

sedangkam aku selalu membuat mereka khawatir...

kadang aku memaki mereka kalau aku kesal,
tapi mereka tetap menyayangiku Tuhan..

Tuhan, aku sayang mereka Tuhan..

mereka adalah hartaku...

Tuhan... jaga mereka Tuhan...

tolong beri aku kesempatan untuk membahagiakan merekan berdua...

amiin”


     Itu lah doaku selama aku sakit. Dan ketika orang tuaku pulang, aku merasa bahagia. Terlebih lagi saat Ibuku merawatku. Aku menyayangimu Ibu, Ayah. Aku sayang mereka. Terima kasih Tuhan, karena telah memberiku orang tua yang baik. Andai raga tak berjiwa, tolong bahagiakan mereka. Tapi aku sekarang masih hidup, jadi berikanlah aku kekuatan untuk tetap hidup dan bisa membahagiakan orang tuaku.

     Terima kasih Tuhan.

~THE END~

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ash Habul Jannah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template